Minggu, 18 Januari 2015

IMPLIKASI UU NO. 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL TERHADAP PENINGKATAN INVESTASI DI PROVINSI JAMBI



IMPLIKASI UU NO. 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL TERHADAP PENINGKATAN INVESTASI DI PROVINSI JAMBI

Eko Budi S. S.H, M.H.
Dosen STIE Muhammadiyah Jambi
Jl. Kapt. Pattimura Simpang Empat Sipin Jambi
Email : ekobudi1999@yahoo.co.id


Abstract
Law and economics must be running in a container that is harmonious and best directed to the welfare of the people, one of the efforts for the welfare of the people is to drive economy through the creation of a conducive business climate. The implications of the legislation is expected to boost investment in Indonesia, both domestic investment and foreign. Because the Investment Law was established and built with consideration to realize a just and prosperous society based on Pancasila and the Constitution of the Republic of Indonesia 1945 sustainable based on economic democracy to achieve the goal state.
The method used is the normative juridical approach that is based on the literature review of the materials obtained through books and other writings and through the approach to the principles of law and refers to the legal norms contained in laws and regulations then the specification of the research is descriptive. This study aims to determine the implications / influences of Law 25 of 2007 on Investment (Capital Market Law) to increase investment in Jambi Province.
The results showed that the Capital Market Law is the foundation for pembentukaan Jambi Provincial Regulation No. 10 of 2012 on the Ease Incentives and Investment to accelerate regional economic development, making the economic potential into real economic strength by using capital from domestic and from abroad, while to increase investors' investment necessary to create a conducive investment climate, promotion, providing legal certainty, justice, and efficient by taking into account the interests of the regional economy.
Keywords : Implications UUPM, investment
A.        PENDAHULUAN

Setelah kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal diimplementasikan pada tahun 2001, pelaksanaan pembangunan di daerah memiliki peran yang semakin penting dan bahkan menjadi ujung tombak bagi keberhasilan pembangunan nasional. Perluasan kewenangan daerah dalam merencanakan dan mengalokasikan dana untuk membiayai berbagai kegiatan, memberikan peluang yang lebih besar bagi setiap daerah untuk melaksanakan aktivitas pembangunan sesuai dengan potensi yang dimilikinya dan mememilih sektor-sektor ekonomi secara lebih selektif sebagai sektor unggulan dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang optimal berbasis potensi sumber daya lokal pada berbagai daerah, secara simultan pada gilirannya akan menghasikan pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara agregat di tingkat nasional.

Provinsi Jambi termasuk daerah yang masih berada dalam tahap awal proses pembangunan sehingga pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal merupakan momentum untuk menata fondasi ekonomi melalui pemanfaatan potensi sumberdaya yang dimiliki secara lebih tepat dan berkelanjutan dalam jangka panjang. Jambi adalah propinsi yang terletak di pesisir timur di bagian tengah Pulau Sumatra. Secara geografis Propinsi Jambi terletak pada Pantai Timur Pulau Sumatera berhadapan dengan laut Cina Selatan, pada alur lalu lintas Internasional dan Regional. Propinsi Jambi terletak diantara 00 45’ – 20 45’ Lintang Selatan dan antara 1010 10’ – 1040 44’ Bujur Timur, luas wilayah Propinsi Jambi 53.435,72 Km2 dengan luas daratan 51.000 Km2 , luas lautan 425,5 Km2 dan panjang  pantai 185 Km. Adapun batas-batas wilayah Propinsi Jambi adalah sebagai   berikut : Sebelah Utara dengan Propinsi Riau. Sebelah Selatan dengan Propinsi  Sumatera  Selatan.  Sebelah  Barat  dengan  Propinsi Sumatera Barat. Sebelah Timur dengan Laut Cina Selatan dan Propinsi Kepri. Propinsi  Jambi  termasuk  dalam  kawasan  segi tiga pertumbuhan Indonesia-Malaysia-Singapore  (IMS-GT) dan  imbas segitiga

pertumbuhan ekonomi dari tiga kawasan bebas perdagangan SIBAJO (Singapura-Batam-Johor). Jarak tempuh Jambi ke Singapura jalur laut  melalui  Batam  dengan  menggunakan  kapal  cepat  (Jet foil)  ± 5 jam.
Berdasarkan laporan Bank Indonesia, laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi pada triwulan I tahun 2014 pada kisaran 0,2%-0,7%(qtq), tumbuh lebih rendah dari triwulan IV tahun 2013 (1,94%). Sementara itu, pertumbuhan ekonomi tahunan Jambi diperkirakan meningkat yaitu pada kisaran 8,0 8,5% (yoy) dibandingkan triwulan laporan yang tumbuh 6,93% (yoy). Sementara proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2014 diperkirakan pada kisaran 7,2%-7,7%. Pengeluaran konsumsi rumah tangga menjadi sumber utama perekonomian di triwulan selanjutnya. Adanya kenaikan UMP akan memberikan penghasilan tambahan bagi masyarakat dan berkontribusi meningkatkan konsumsi masyarakat. Hal tersebut sejalan dengan hasil liaison pada perusahaan ritel yang memperkirakan bahwa penjualan akan meningkat seiring kenaikan UMP, perayaan hari Imlek, dan pelaksanaan Pemilu juga turut meningkatkan konsumsi pemerintah sehingga akan lebih mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun demikian, investasi diperkirakan akan sedikit melambat sejalan dengan masih lambatnya perekonomian global dan kenaikan suku bunga kredit yang mengikuti kenaikan BI rate.
Inflasi pada triwulan I-2014 stabil pada level yang sama dengan triwulan IV-2013 yaitu berada pada kisaran 8,6%-9,1% (yoy) dari sebelumnya 8,75% (yoy) pada triwulan laporan. Kondisi ini utamanya disebabkan oleh meningkatnya angka inflasi administered price dan volatile foods. Faktor yang berpotensi memberikan tekanan inflasi selama triwulan mendatang dan menyebabkan perkiraan inflasi keluar dari sasaran antara lain, masih berlanjutnya  tekanan  nilai tukar rupiah terhadap dollar, potensi  meningkatnya ekspektasi inflasi perusahaan sebagai antisipasi resiko perubahan harga pada tahun 2014. Kenaikan harga TTL (Tarif Tenaga Listrik) di tahun 2014 akan berdampak inflasi baik secara langsung maupun melalui dampak lanjutannya, serta kondisi infrastruktur (jalan, jembatan) yang masih terkendala serta terhambatnya arus di pelabuhan yang akan meningkatkan biaya distribusi dan transportasi barang dan jasa. Beberapa hal tersebut diperkirakan akan memacu meningkatnya angka inflasi pada tahun 2014. Menyikapi kondisi perekonomian triwulan IV 2013 serta proyeksi ekonomi triwulan I 2014 beberapa hal yang patut menjadi perhatian antara lain penguatan fungsi Tim Pengendalian Inflasi Daerah. Program ketahanan pangan (khusunya komoditas penyumbang inflasi (terbesar). Pengendalian ekspektasi inflasi, penurunan produksi migas, melambatnya produksi karet, permasalahan distribusi barang, pembinaan dan pendampingan UMKM. 

Pada Triwulan III berjalan, data dari Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi, memperlihatkan kenaikan penyaluran kredit perbankan ke real estate secara tahunan (year on yaer). Menurut BI pertumbuhannya tahun ini dibanding sebelumnya per triwulan II 2014 mencapai 22,01 persen atau secara nominal tercatat sebesar Rp 4,19 triliun. Penyaluran kredit ini diikuti pula dengan pangsa kredit real estate di Jambi sebesar 1,83 persen dari total kredit perbankan. Investasi menurut Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTDB) yang mencerminkan nilai investasi di Jambi mencapai Rp 4,45 triliun dengan pangsa 18,42 persen dari total PDRB Jambi, relatif sama dengan pangsanya pada triwulan yang sama tahun 2013 (18,44%). Pada akhir bulan September 2014 Total investasi mengalami pertumbuhan 6,26 persen (yoy) dengan andil pertumbuhan mencapai 1,17 persen. Secara triwulanan, investasi juga mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya  sebesar  6,26  persen.  Investasi  di  Jambi  terus  menunjukkan
peningkatan yang disebabkan oleh tingginya pembangunan fisik baik oleh pemerintah ataupun swasta. Kondisi ini juga didukung oleh peningkatan kredit investasi yang mencapai 10,75 persen (yoy). Sementara menurut pendapat  pengusaha  melalui  hasil  Survei  Kegiatan  Dunia  Usaha  (SKDU), optimisme pengusaha dalam memandang kondisi bisnis masih cukup baik. Hal ini terlihat dari masih positifnya indeks situasi bisnis yaitu sebesar 43,48 persen. Sementara itu jumlah investasi Jambi yang dicatat oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Provinsi Jambi, menurut Refli Nur, Kabid BKPMD realisasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) sebesar Rp 66 miliar. Investasi Jambi sebagian besar dialokasikan pada sektor pertanian. Investasi asing melalui penanaman modal asing (PMA) turun 7,62 persen dari tahun lalu menjadi 5,64 juta dolar AS.
         Tingginya pertumbuhan ekonomi Jambi ini, dikarenakan pemerintahan Propinsi Jambi fokus mendorong tumbuhnya investasi di Jambi, baik dari lokal maupun asing. Selain itu, juga terus di dorong usaha kecil masyarakat, termasuk menerapkan Entrepreneurship Local Government  (ELG). Strategi ini dipilih, dalam upaya meningkatkan penerimaan daerah dan investasi, tidak saja dalam meningkatkan kapasitas fiskal daerah, tetapi juga berdampak pada peningkatan indikator ekonomi regional seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi dan penciptaan lapangan kerja. Sejumlah terobosan dilakukan untuk meningkatkan investasi antara lain dengan melakukan penyempurnaan sistem dan pemangkasan prosedur investasi, peningkatan kapasitas individu dan pengembangan sistem informasi teknologi serta adanya kepastian hukum dan jaminan keamanan untuk berinvestasi.


A.        PERMASALAHAN
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas, maka permasalahan  yang dapat dirumuskan untuk dibahas dalam penelitian ini adalah :
1.         Bagaimana pengaturan penanaman modal secara nasional ?
2.         Bagaimanakan pengaturan penanaman modal di Provinsi Jambi ?
3.         Bagaimanakah perkembangan investasi di Jambi ?




A.        PEMBAHASAN
 1.         Pengaturan Penanaman Modal secara Nasional
       Setiap negara selalu berusaha meningkatkan pembangunan, kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Usaha tersebut dilakukan dengan berbagai cara yang berbeda antara satu negara dengan negara lainnya. Salah satu usaha yang selalu dilakukan oleh negara adalah menarik sebanyak mungkin investasi asing masuk ke negaranya. Ini berdasar pada suatu mitos yang menyatakan bahwa untuk menjadi suatu negara yang makmur, pembangunan nasional harus diarahkan ke bidang industri. Untuk mengarah kesana, sejak awal negara-negara tersebut dihadapkan kepada permasalahan minimnya modal dan teknologi yang merupakan elemen dasar dalam menuju industrialisasi. Jalan yang ditempuh untuk mengatasi masalah tersebut adalah mengundang masuknya pemodal asing dari negara-negara maju ke dalam negeri.
Masuknya pemodal asing bagi perekonomian Indonesia merupakan tuntutan keadaan baik ekonomi maupun politik Indonesia. Alternatif penghimpunan dana pembagunan perekonomian Indonesia melalui investasi modal secara langsung jauh lebih baik dibandingkan dengan penarikan dana international lainnya seperti pinjaman luar negeri. Penanaman modal harus menjadi bagian dari penyelenggaraan perekonomian nasional dan ditempatkan sebagai upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, meningkatkan     kapasitas      dan    kemampuan     teknologi     nasional, mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam suatu sistem perekonomian yang berdaya saing. 

Modal asing yang dibawa oleh investor merupakan hal yang sangat penting sebagai alat untuk mengintegrasikan ekonomi global. Selain itu, kegiatan investasi akan memberikan dampak positif bagi negara penerima modal, seperti mendorong pertumbuhan bisnis, adanya supply teknologi dari investor baik dalam bentuk proses produksi maupun teknologi permesinan, dan menciptakan lapangan kerja. Penanaman modal asing merupakan salah satu bentuk utama transaksi bisnis internasional, di banyak negara, peraturan pemerintah tentang penanaman modal asing mensyaratkan adanya joint venture, yaitu ketentuan bahwa penanaman modal asing harus membentuk joint venture dengan perusahaan lokal untuk melaksanakan kegiatan ekonomi yang mereka inginkan.  Dibukanya peluang bagi investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia, maka dengan sendirinya dibutuhkan perangkat hukum untuk mengatur pelaksanaannya, agar investasi yang diharapkan memberikan keuntungan yang besar dan meningkatkan perekonomian Indonesia. 
Sejarah Orde Baru selama periode 1966-1997 telah membuktikan betapa pentingnya peran investasi langsung khususnya asing (Penanaman Modal Asing) sebagai salah satu motor penggerak pembangunan dan salah satu sumber pertumbuhan ekonomi Negara Indonesia. Landasan hukum penanaman modal di Indonesia diatur dalam peraturan perundang-undangan dan peraturan lain yang mengikutinya. Diantaranya adalah Undang-undang No 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing jo Undang-undang No. 11 tahun 1970, Undang-undang N0. 6 Tahun 1968 jo Undang-undang No. 12 Tahun 1970 Tentang Penanaman Modal Dalam Negeri, kemudian diubah dengan Undang-undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. Dalam ketentuan Pasal 5 ayat 2 Undang-undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman  modal selanjutnya disebut UUPM, yang menyatakan bahwa : 
 “Penanaman Modal Asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah Negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang”. Mengadakan joint venture agreement merupakan langkah awal dalam membentuk perusahaan joint venture. Di mana di dalam perjanjian joint venture agreement berisikan kesepakatan para pihak tentang kepemilikan modal, saham, peningkatan kepemilikan saham penyertaan, keuangan, kepengurusan, teknologi dan tenaga ahli, penyelesaian sengketa yang mungkin akan terjadi, dan berakhirnya perjanjian joint venture. Pengusaha asing dan pengusaha lokal membentuk suatu perusahaan baru yang disebut perusahaan joint venture di mana mereka menjadi pemegang saham yang besarnya sesuai dengan kesepakatan bersama. Landasan pembentukan perusahaan joint venture tersebut adalah joint venture agreement dan ketentuan umum perjanjian yang diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata).
UUPM memberikan wewenang kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal untuk melakukan koordinasi di dalam pelaksanaan penanaman modal, wewenang tersebut tercantum dalam pasal 27 ayat 2 UUPM. Dampak dari kondisi ini maka peraturan-peraturan sebelumnya yang mengatur mengenai pelaksanaan penanaman modal masih diberlakukan ketentuan terdahulu yang bersumber dari Undang-undang Penanaman Modal Asing dan Undang-undang Penanaman Modal Dalam Negeri (UUPA dan UUPMD) yang didasari oleh ketentuan peralihan pasal 37 UUPM No. 25 Tahun 2007. Keputusan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) No. 10/SK/1985 Jo Keputusan Kepala BKPM No. 6/SK/1987 jo Keputusan BKPM No. 57/SK/2004 jo Peraturan Kepala BKPM No. 1/P/2008, mensyaratkan bahwa salah satu syarat permohonan penanaman modal asing adalah Arrangement of Joint Venture Agreement  yang  harus  disertakan  dalam  permohonan.  Joint  Venture   Agreement yang dijadikan salah satu syarat dalam penanaman modal asing oleh BKPM digunakan sebagai dasar dibentuknya Joint Venture Company. Artinya Joint Venture Company tunduk kepada hukum perjanjian. Namun dalam UUPM pasal 5 ayat 2, joint venture company harus berbentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia. Sehingga dapat dikatakan bahwa Joint Venture Company tunduk kepada hukum perusahaan dalam hal ini Undang-undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT).
Dalam ketentuan umum Bab I Pasal 1 Undang-undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman modal (UUPM) mendefinisikan “Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia”. Lebih lanjut untuk pengaturan penanaman modal asing yang melakukan kegiatan di wilayah Negara Republik Indonesia dalam pelaksanaannya dapat menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanaman modal dalam negeri. Ketentuan mengenai penanaman modal asing merujuk pada ketentuan dalam pasal lain dalam UUPM, yaitu pasal 5 ayat 2 yang menyatakan bahwa Penaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia. Kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. Adapun mekanisme permodalannya dapat dilakukan dengan cara : 
a.      Mengambil bagian saham pada saat pendirian perseroan tebatas; 
b.      Membeli saham; dan 
c.      Melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 
Pengertian  penanaman  modal  asing  dalam  UUPM  No.  25 Tahun
2007, hanyalah mencakup penanaman modal asing yang bersifat langsung (foreign direct investment). Penanaman modal langsung diartikan bahwa pemilik modal menanggung resiko dari investasi tersebut dan pemilik modal secara langsung menjalankan perusahaannya yang bersangkutan di Wilayah Republik Indonesia.Pasal 37 ayat 1 UUPM mengisyaratkan bahwa ketentuan-ketentuan lain yang ditetapkan berdasarkan peraturan sebelumnya masih diberlakukan sepanjang tidak bertentangan dengan UUPM yang baru dan selama belum diaturnya ketentuan yang berdasarkan UUPM yang baru. Pasal ini membawa pengaruh penting, karena peraturan-peraturan pelaksana yang didasari oleh undang-undang sebelumnya masih dapat diberlakukan. Salah satunya adalah Keputusan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) No. 10/SK/1985 Jo Keputusan Kepala BKPM No. 6/SK/1987 jo Keputusan BKPM No. 57/SK/2004 jo Peraturan Kepala BKPM No. 1/P/2008, mensyaratkan bahwa salah satu syarat permohonan penanaman modal asing adalah Arrangement of Joint venture Agreement yang harus disertakan dalam permohonan. 
 1.         Pengaturan Penanaman Modal di Provinsi Jambi
Perkembangan investasi di Indonesia merupakan salah satu indikator kemajuan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Investasi yang dilakukan secara tepat dapat mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Tantangan pelaksanaan investasi di Indonesia, salah satunya adalah dengan pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia. Era otonomi daerah di Indonesia dimulai pada tahun 2001 semenjak berlakunya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan kemudian diperbaharui dengan UU No. 32 Tahun 2004. Sementara itu, sumber pendanaannya diatur dalam UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, yang kemudian diperbaharui dengan UU No. 33 Tahun 2004. 
 Makna penting pengaturan tersebut adalah bahwa ada sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan efisien dalam rangka penyelenggaraan desentralisasi dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah serta besaran pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Dalam konteks peraturan tentang otonomi daerah yang demikian, maka diatur pula bahwa pemberian sumber keuangan negara kepada Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi didasarkan atas penyerahan tugas oleh Pemerintah kepada Pemerintah Daerah dengan memperhatikan stabilitas dan keseimbangan fiskal. 
Otonomi daerah sendiri, sebagai suatu konsep yang dituangkan di dalam Pasal 1, angka (4), UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Konsep otonomi daerah ini diacu juga dalam hukum investasi, yakni di Pasal 1, angka (11), UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Persoalan selanjutnya tentang investasi yang dilakukan di era otonomi daerah, terutama dalam kaitannya dengan problematika keuangan daerah (APBD) sangat menentukan dalam perkembangan investasi daerah, terutama bilamana investasi tersebut berkaitan dengan struktur anggaran pemerintah daerah, pengelolaannya, serta pertanggungjawabannya. Penanaman modal di daerah juga berimplikasi pada bagaimana interaksi hukum otonomi daerah dengan hukum investasi itu sendiri di Indonesia. Di dalam Penjelasan Umum UU No. 25 Tahun 2007 dinyatakan pentingnya peranan pemerintah daerah. Pemerintah diharuskan untuk menjalin koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Koordinasi tersebut harus dijalankan dengan semangat otonomi daerah. Dalam  pengembangan  peluang  bagi  potensi  daerah koordinasi

menjadi titik penting bagi penanaman modal (investasi) di daerah, baik dalam urusan kepemerintahan terkait investasi, maupun dalam kerangka kemampuan daerah untuk melakukan investasi. Oleh karena itu koordinasi dan potensi daerah harus dapat dijadikan sarana bagi pengelolaan keuangan daerah terkait dengan PAD (pendapatan asli daerah) di dalam konteks APBD. Namun meningkatnya jumlah produk perundangan (perda) secara signifikan terkait retribusi maupun pajak daerah memberikan gambaran adanya respon daerah yang berlebihan dalam menghadapi otonomi daerah. 
Hal ini justru menjadi kontraproduktif karena menambah beban masyarakat dan juga menghambat masuknya investasi ke daerah. Masyarakat tidak memberikan kontribusi seperti yang diharapkan (melalui pembayaran retribusi dan pajak daerah), dan hal ini bisa jadi disebabkan masih rendahnya kemampuan membayar (ability to pay) ataupun kemauan membayar pajak (willingness to pay) masyarakat. Salah satu faktor yang diyakini menjadi penyebab masih rendahnya kedua hal ini (kemampuan dan kemauan untuk membayar) adalah tidak adanya perubahan kesejahteraan masyarakat yang signifikan.  Ada beragam pilihan yang dimiliki pemerintah untuk memperbaiki iklim penanaman modal di daerah, dimana salah satu kebijakan yang terkait dengan kepentingan tersebut, adalah penerapan sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang didasarkan pada UU No. 25/2007 tentang Penanaman Modal. Kebijakan ini sangat menarik untuk dicermati, karena jika ditilik pada substansinya, memiliki kemiripan dengan Keppres 29/2004 tentang Penyelenggaraan Penanaman Modal dalam rangka PMA dan PMDN melalui Sistem Pelayanan Satu Atap. Keppres ini pernah dianggap pemerintah daerah sebagai upaya pemerintah pusat untuk menarik kembali kewenangan penanaman modal yang pernah didesentralisasikan. Di sisi lain, secara teoritik, PTSP dapat meningkatkan kualitas pelayanan   perizinan dalam bidang investasi, melalui penyederhanaan perizinan dan percepatan waktu penyelesaian. PTSP merupakan salah satu upaya daerah untuk dapat memberikan kemudahan dalam mengadakan investasi. PTSP tersebut pada umumnya, oleh pemerintah daerah diakomodasi dalam bentuk peraturan-peraturan daerah. Peraturan daerah tentang PTSP akan memberikan jaminan kepastian hukum bagi para investor untuk memperkirakan dan merancang persiapan investasinya sendiri. Selain itu, PTSP dapat membuat investor yakin bahwa investasi dapat dilakukan dengan perlindungan hukum. Selain melalui perda, dapat ditemukan juga aturan-aturan tentang PTSP yang dijadikan acuan. Beberapa kebijakan acuan dalam penyelenggaraan pelayanan administrasi penanaman modal di daerah, antara lain meliputi Keppres No. 97/1993 tentang Tatacara Penanaman Modal sebagaimana telah diubah dengan Keppres No. 115/1998 jo. Keppres No. 117/1999, Keputusan Meninves/Kepala BKPM No. 38/SK/1999 tentang Pedoman dan Tatacara Permohonan Penanaman Modal yang didirikan dalam rangka PMA dan PMDN, dan Keppres No. 29/2004 tentang Penyelenggaraan Penanaman Modal dalam rangka PMA dan PMDN Melalui Sistem Pelayanan Satu Atap. 
Kejelasan peraturan tersebut, untuk menarik investor, dapat dilakukan pula peningkatan sumber pendanaan dan ketepatan alokasi investasi pembangunan melalui penciptaan iklim kondusif untuk pengembangan usaha dan penciptaan lapangan kerja, serta mengembangkan pemberdayaan masyarakat dan kemitraan dalam proses pembangunan dengan mengimplementasikan paradigma masyarakat membangun. Pembentukan perda yang demikian dapat mengembangan "networking" atau jejaring kerja dan penciptaan iklim usaha yang kondusif, dengan memberi kemudahan pelayanan publik antara lain bernilaikan kesederhanaan,    kejelasan,    kepastian    waktu,    akurasi,   keamanan, tanggung jawab, kelengkapan sarana prasarana, kemudahan akses, kedisiplinan, kesopanan, keramahan, dan kenyamanan. Hal ini diwujudkan dengan memberikan peluang pengurusan syarat investasi yang ketat namun mudah, melakukan pendekatan secara baik dengan calon investor, serta kemampuan  pemerintah daerah dalam memberikan dorongan kepada masyarakat untuk terbuka dalam hal potensi sosial budayanya.
Dalam rangka mempercepat pembangunan perekonomian daerah diperlukan peningkatan penanaman modal untuk mengolah potensi ekonomi menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan modal yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Untuk peningkatan daya tarik Penanaman Modal perlu diciptakan iklim penanaman modal yang kondusif, promotif memberikan kepastian hukum, keadilan  dan efisien dengan tetap memperhatikan kepentingan perekonomian Daerah. Sejalan dengan amanah Pasal 176 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004  tentang Pemerintah Daerah, menyatakan bahwa Pemerintah Daerah dapat memberikan insentif dan/atau kemudahan kepada masyarakat dan/atau penanam modal dan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 2001 tentang pedoman pemberian insentif dan kemudahan Penanaman Modal di Daerah, dinyatakan bahwa Pemerintah Daerah perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pemberian Insentif dan Kemudahan Penanaman Modal. Pemerintah Daerah Provinsi Jambi, telah mengeluarkan Perda Nomor 10 tahun 2012 tentang Pemberian Insentif dan Kemudahan Penanaman Modal yang menjadi pertimbangan dari perda tersebut adalah untuk mempercepat pembangunan perekonomian daerah, mengolah potensi ekonomi menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan modal yang berasal baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri, untuk meningkatkan daya tarik penanam modal perlu diciptakan iklim penanaman modal yang kondusif, promotif, memberikan kepastian hukum, keadilan, dan efisien dengan tetap memperhatikan kepentingan perekonomian daerah. Yang dimaksud dengan pemberian insentif penanaman modal daerah adalah dukungan dari pemerintah daerah kepada investor dalam rangka mendorong peningkatan penanaman modal
di daerah. Sedangkan pemberian kemudahan penananaman modal daerah adalah penyediaan fasilitas dari pemerintah daerah kepada penanam modal untuk mempermudah setiap kegiatan penanaman modal dalam rangka mendorong peningkatan penanaman modal di daerah. Menurut pasal 3 dalam Perda tersebut, pemberian insentif dan kemudahan  dilakukan dengan tujuan untuk : 
a.      meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah; 
b.      menciptakan lapangan kerja; 
c.      meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan;
d.      meningkatkan kemampuan daya saing daerah;
e.      mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan;
f.       mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang berasal baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri;
g.      meningkatkan kesejahteraan masyarakat; dan
h.      merangsang investor  menanamkan modalnya.
Dengan Perda tersebut maka penanam modal berhak mendapatkan (a) kepastian hak, hukum dan perlindungan; (b) informasi terbuka di bidang usaha yang dijalankan; (c) hak pelayanan; dan (d) berbagai bentuk fasilitas yang mudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sehingga mereka akan terpacu dalam hal menginvestasikan modalnya di wilayah Jambi. Selaras dengan hal tersebut bagi penanam modal memiliki kewajiban dalam hal : 
a.      menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik;
b.      melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan;
c.  membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepada Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu;
d.      menghormati   tradisi   budaya   masyarakat   sekitar  lokasi  kegiatan
usaha penanaman modal; dan
e.      mematuhi  semua ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dengan adanya hak yang diberikan oleh pemerintah daerah, setiap penanam modal bertanggung jawab untuk :
a.      menjamin tersedianya modal yang berasal dari sumber yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b.      menanggung dan menyelesaikan segala kewajiban dan kerugian jika penanam modal menghentikan, meninggalkan atau menelantarkan kegiatan usahanya secara sepihak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c.      menciptakan iklim usaha persaingan yang sehat, mencegah praktek monopoli dan hal lain yang merugikan negara;
d.      menjaga kelestarian lingkungan hidup; dan
e.      menciptakan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kesejahteraan pekerja.
Dalam hal kemudahan investasi Pemerintah memberikan insentif antara lain tentang pengurangan atau keringanan pajak daerah dan/atau retribusi daerah, pemberian dana stimulan, dan/atau pemberian bantuan modal. Pemberian kemudahan tersebut dalam bentuk penyediaan data dan informasi peluang penanaman modal, penyediaan sarana dan prasarana, penyediaan lahan atau lokasi, percepatan pemberian perizinan.
Pemberian insentif dan kemudahan diberikan kepada penanam modal yang sekurang-kurangnya memenuhi 5 ( lima ) kriteria sebagai berikut :
a.      memberikan kontribusi bagi pendapatan masyarakat;
b.      menyerap banyak tenaga kerja lokal;
c.      menggunakan sebagian besar sumberdaya lokal;
d.      memberikan kontribusi bagi pelayanan publik;
e.      memberikan kontribusi dalam peningkatan produk domestik regional bruto;
 f.       berwawasan lingkungan dan berkelanjutan;
g.      termasuk skala prioritas tinggi dalam mendukung program pemerintah;
h.      termasuk pembangunan infrastruktur;
i.       melakukan alih teknologi;
j.        melakukan industri pionir;
k.      berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, atau daerah pembatasan;
l.       melakukan kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi;
m.     bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah, atau koperasi;atau
n.      industri yang menggunakan barang modal,mesin, atau peralatan yang diproduksi di dalam negeri.
Adapun jenis usaha dan kegiatan penanaman modal yang diprioritaskan memperoleh insentif dan kemudahan yaitu industri hilir crude palm oil, crumb rubber dan pemanfaatan limbah domestik. Sedangkan jenis usaha dan kegiatan penanam modal yang dapat memperoleh kemudahan antara lain : peternakan, perkebunan, pertanian, pariwisata, perikanan darat dan laut. Bagi penanam modal yang  menerima insentif dan kemudahan penanaman modal wajib menyampaikan laporan kepada Gubernur  melalui kepala Badan Penanaman Modal Daerah (BPMD) dan Pelayanan Perizinan Terpadu (PPT) Provinsi Jambi secara berkala.  Setiap penanam modal yang mendapatkan insentif dan kemudahan, tidak melaksanakan kewajibannya mereka akan dikenakan sanksi administrif berupa : peringatan tertulis, pencabutan pemberian insentif dan/atau kemudahan penanaman modal.
3.      Perkembangan Investasi di Jambi
Sampai saai ini, Provinsi Jambi masih menjadi tujuan investor. Kepala Badan Penanaman Modal Daerah dan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPMD PPT) Provinsi Jambi Hefni Zen melalui Kabid PPT M Siddik Ahmad mengatakan realisasi investasi pada 2014 sudah melebihi target. Data terbaru untuk investasi target 2014 sekitar Rp 16,5 triliun. Realisasi semester I tahun 2014 sudah mencapai Rp 25,7 triliun. Ada

 beberapa faktor yang dapat mempengaruhi investasi. Hal tersebut sekaligus menjadi pertimbangan investor menanamkan modalnya antara lain sumber daya alam (SDA), sumber daya manusia (SDM), stabilitas politik dan perekonomian. Iklim investasi di Jambi tergolong baik. Kondisi di sini cenderung stabil sehingga disukai investor. Ini berkat usaha Pemerintah Propinsi Jambi memperkenalkan potensi-potensi investasi atau peluang bisnis diberbagai bidang yang ada di Jambi kepada kalangan investor potensial, di dalam maupun luar negeri. Hingga September 2014 perizinan yang telah diproses oleh BPMD PPT ada 43 sedangkan non-perizinan mencapai 91 perusahaan. Meskipun tahun ini sedikit melemah namun jumlah ini juga sudah melebihi target kami. Siddik menegaskan saat ini pihaknya terus berupaya agar proses perizinan bisa cepat, mudah, murah, transparan dan berkepastian hukum. Ditegaskannya, saat ini proses perizinan terbilang cepat dan tidak berbelit-belit. Ini karena wewenang perizinan sepenuhnya sudah dilimpahkan kepada Kepala BPMD dan PPT Sesuai dengan Pergub 47 tahun 2013 tentang pelimpahan kewenangan penandatangan perizinan dan non perizinan kepada Kepala BPMD PPT Provinsi Jambi. Meskipun demikian BPMD PPT tetap bekerja sama dengan instansi lain melalui tim teknis guna memastikan keakuratan data yang disampaikan investor. Adapun investasi yang menjadi kewenangan BPMD provinsi seperti investasi yang melibatkan lintas kabupaten-kota dan investasi industri yang melebihi Rp 10 miliar. Saat ini investasi tersebut didominasi pedagang besar farmasi, pertambangan dan angkutan perhubungan seperti AKAP. Dalam upaya peningkatkan penerimaan daerah, selain melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi pemungutan komponen penerimaan daerah juga dilakukan langkah persuasif dengan mengajak setiap perusahaan yang memiliki investasi di Provinsi Jambi agar berkantor di Kota Jambi. Dengan demikian dari segi Tabel Arus Dana (Flow of Fund), uang yang dihasilkan di Provinsi Jambi sebagian besar akan kembali ke Provinsi. Upaya yang telah dilaksanakan untuk meningkatkan investasi adalah dengan :
a.        Diterbitkannya Perda tentang penyelenggaraan pelayanan Publik  No. 4/2012;
b.        Disusunnya  Perda Nomor  10   Tahun  2012 tentang Pemberian Insentif dan Kemudahan Penanaman Modal;
c.         Dibentuknya Forum Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) se Kabupaten Kota dalam Provinsi Jambi;
d.        Melaksanakan Bintek Penanaman Modal dan SPIPISE (Sistem Pelayanan Informasi Perizinan Investasi Secara Elektronik);
e.        Merevisi Pergub pelimpahan kewenangan sebahagian perizinan  menjadi seluruh perizinan;
f.          Memberikan informasi kepada calon investor tentang potensi Jambi; dan
g.        Menyelenggarakan event tahunan JAMBI EMAS Expo.
Upaya yang juga berdampak signifikan adalah pengembangan sistem informasi dimaksudkan untuk memberikan informasi yang cepat dan mudah kepada aparatur pemerintah daerah, masyarakat dan pelaku bisnis, sehingga akan mengurangi terjadinya asimetri informasi yang dapat menimbulkan ketidak sempurnaan pasar. Untuk memantau dan mengevaluasi hasil penerapan ELG, dapat dilihat beberapa indikator, diantaranya adalah kapasitas fiskal atau APBD khususnya Pendapatan Asli Daerah (PAD), Penanaman Modal (PMA dan PMDN) dan kondisi bisnis, pertumbuhan ekonomi (sektor perdagangan), tingkat inflasi dan tingkat pengangguran. Peningkatan APBD terjadi secara signifikan selama tiga tahun terakhir. Peningkatan APBD tersebut bersumber dari tiga komponen pembentuk PAD (pajak, restribusi, dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan)  dengan  peningkatan  rata-rata  sebesar 10,60%



                 
pertahun. Belum termasuk hibah yang masuk ke Jambi terutama dalam bidang konservasi sumberdaya alam, seperti Proyek Kemakmuran Hijau atau Green Prosperity Project, MCC compact dari Amerika Serikat yang telah memilih Provinsi Jambi dan Sulawesi Barat sebagai lokasi Pilot dengan nilai investasi sebesar US$ 320 juta.
Selain itu, sudah terdapat komitmen dari swasta asing yang akan menanam modalnya di sektor energi dengan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), PLTA, tenaga surya  dan Panas Bumi. Dalam banyak hal, ketersediaan energi listrik ini menjadi kendala bagi investor untuk menanam modalnya dalam membangun industri hilir.  Menurut pendapat pengusaha melalui hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), optimisme pengusaha dalam memandang kondisi bisnis di Provinsi Jambi meningkat yang ditunjukkan oleh meningkatnya indeks situasi bisnis dari 15,97% menjadi 20,14% Sementara berdasarkan  Peringkat Kemudahan Berusaha di 20 Kota di Indonesia, untuk kriteria kemudahan mengurus IMB Kota Jambi adalah peringkat 2, dan kemudahan  pendaftaran properti (pringkat 7). Pertumbuhan ekonomi Jambi tergolong tinggi dengan rata-rata selama tiga tahun terakhir mencapai 7,4% (tanpa migas) dan 7,7% (dengan migas). Hingga tahun 2012 pertumbuhan ekonomi mencapai 7,4% (dengan migas) dan tanpa migas sebesar 8,7%. Secara komulatif sepanjang tahun 2013, pertumbuhan ekonomi Jambi sebesar 8,08%. Sekaligus menempatkan Provinsi Jambi dengan pertumbuhan tertinggi di Sumatera. Struktur perekonomian Provinsi Jambi masih didominasi oleh sektor primer (Pertanian dan Pertambangan). Namun peranannya semakin menurun, pada tahun 2008 kontribusi kedua sektor ini sebesar 49,5%, tahun 2010 sebesar 47,68%, dan terus mengalami penurunan menjadi 41,6% pada tahun 2012. Pertumbuhan sektor perdagangan, hotel dan restoran, juga mengalami peningkatan, hingga pada tahun 2012 sebesar  19,10%.  Laju  inflasi  di  Jambi  masih  tergolong  rendah yakni sebesar 4,22 % di bawah angka proyeksi nasional sebesar 4,3 %. Laju inflasi yang terkendali ini tidak terlepas dari peranan pemerintah daerah dan Bank Indonesia Jambi dalam mengendalikan faktor-faktor yang berpotensi memberikan tekanan inflasi, antara lain 1) Terbatasnya produksi beberapa jenis komoditas kelompok bumbu-bumbuan (seperti bawang dan cabe merah), 2) Meningkatnya konsumsi masyarakat dalam liburan sekolah serta terutama menjelang bulan puasa, 3) Adanya kampanye Pilkada dan Pemilu, 4.) Kondisi infrastruktur (jalan, jembatan) yang masih terkendala dapat meningkatkan biaya distribusi dan transportasi barang dan jasa. Terakhir adalah tingkat pengangguran, selama tiga tahun terakhir terjadi penurunan tingkat pengangguran terbuka. Indikator ini menunjukkan adanya peningkatan skala ekonomi (economic of scale) dan peningkatan kempatan kerja. Yang disebabkan oleh banyaknya investor dalam menanamkan modalnya di sektor riil sehingga menambah lapangan kerja. 
Nilai investasi di Jambi dari penanaman modal dalam negeri maupun investasi asing sampai triwulan I-2014 mencapai Rp 34 triliun. Itu adalah total investasi satu dasawarsa terakhir.  Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) masih dominan, yaitu sebesar Rp 25,2 triliun dan investasi Penanaman Modal Asing (PMA) senilai Rp 9,3 triliun. Kepala BPMD dan PPT Provinsi Jambi Hefni Zein, melaluli Kabid Pembinaan, Raflinur Maherti mengatakan angka ini terus meningkat setiap tahun sesuai dengan target yang ditetapkan. Data disitat dari laporan yang disampaikan 70 perusahan yang aktif memberikan laporan investasi. Secara total ada 130 perusaahan yang berinvestasi di Provinsi Jambi. Ada 70 PMDN dan 63 diantaranya merupakan PMA. Ini data di akumulasi dari awal investasi sampai sekarang PMDN terbesar Rp 25,2 triliun dan PMA Rp 9,3 triliun, tapi kalau BKPM datanya per tahun. Yang melapor sekitar 70 perusahaan, yang belum melapor tetap dilakukan pengawasan. Pada tahun 2013 realisasi investasi Rp 3,1 triliun dari target Rp 1,9 trilium. Jumlah tersebut meningkat 26 persen dibanding tahun sebelumnya. Sementara tahun ini ditargetkan investasi di angka Rp 2,3 triliun atau tumbuh 22 persen.  Sementara sampai April 2014 realisasi ivestasi baru di angka Rp 121 miliar, dengan pembagian investasi PMDN Rp 102 miliar dan investasiasing (PMA) Rp 19 miliar. Nilai investasi ini diakumulasi dari 18 perusahaan yang memberikan laporan tahap pembangunan.46 Beberapa sektor yang dominan menanamkaninvestasi antara lain perkebunan kelapa sawit, industri pengolahan kelapa sawit, pembangkit tenaga listrik, pembibitan dan budidaya ayam ras, serta industri pengolahan bubur kertas dan tisu. Untuk daerah yang nilai investasi tinggi ada di wilayah Tajung Jabung Barat dengan nilai Rp 63 miliar. Dalam mendorong peningkatan investasi di Jambi BPMD Jambi telah melakukan promosi daerah potensi ke keluar daerah, demikian pula dengan proses perizinan dan pembangunan infrastruktur terus ditingkatkan, sehingga investasi akan terus meningkat.

A.        PENUTUP
 
Lahirnya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM), adalah langkah awal pembaharuan hukum investasi karena UUPM ini mencabut UUPMA dan UUPMD yang lama. Dengan UUPM ini diharapkan dapat mengakomodasi berbagai kendala investasi yang selama ini terjadi demi tercapainya pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. UUPM termasuk sebagai bagian dari hukum ekonomi harus mempunyai fungsi stabilitas (stability), yaitu bagaimana potensi hukum dapat menyeimbangkan dan mengakomodasi kepentingan-kepentingan yang saling bersaing dalam masyarakat. Sehingga hukum investasi dapat mengakomodasi kepentingan-kepentingan modal asing dan sekaligus dapat pula melindungi pengusaha-pengusaha lokal atau usaha kecil.
Untuk mempercepat pembangunan perekonomian daerah diperlukan peningkatan penanaman modal untuk mengolah potensi ekonomi menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan modal yang berasal baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Peraturan Daerah Provinsi Jambi No. 12 tahun 2012 tentang Pemberian Insentif dan Kemudahan Penanaman Modal diaharapkan dapat meningkatkan daya tarik penanam modal sehingga dapat tercipta iklim penanaman modal yang kondusif, promotif, memberikan kepastian hukum, keadilan, dan efisien dengan tetap memperhatikan kepentingan perekonomian daerah.
Implikasi UUPM terhadap peningkatan iklim investasi di Provinsi Jambi mampu mendorong terciptanya iklim usaha nasional yang kondusif bagi penanaman modal untuk penguatan daya saing perekonomian dan mempercepat peningkatan penanaman modal di Provinsi Jambi baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri.


DAFTAR PUSTAKA

BUKU
Ahmad Yulianto, Peranan Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA) dalam Kegiatan Investasi, Jurnal Hukum Bisnis, Vol 22, No. 5, Tahun 2003.
Asropi, Sistem Pelayanan Terpadu : Strategi Perbaikan Iklim Investasi Di Daerah, dalam Bunga Rampai Administrasi Publik : Dimensi Pelayanan Publik dan Tantangannya dalam Administrasi Negara (Publik) di Indonesia, Jakarta, Lembaga Administrasi Negara. 2007.
Delisa A. Ridgway dan Mariya A.Talib, ”Globalization and Development: Free Trade, Foreign Aid, Investment and The Rule of Law”, California Western International Law Journal, Vol 33, Spring 2003.
Erman Radjagukguk, Modul Hukum Investasi di Indonesia, Pokok Bahasan, FHUI, 2006.
Jonh W. Head, Pengantar Umum Hukum Ekonomi, Jakarta, Proyek Elips, 1997.
Priyo Hari Adi, Kemampuan Keuangan Daerah Dalam Era Otonomi Dan Relevansinya Dengan Pertumbuhan Ekonomi, Artikel The 1st Accounting Conference, Universitas Indonesia pada tanggal 7 – 9 November 2007.
Ridwan Khairandy, Peranan Perusahaan Penanaman Modal Asing Joint Venture dalam Ahli Teknologi di Indonesia, Jurnal Hukum Bisnis, Vol 22, No. 5, Tahun 2003.
Tulus Tambunan, “Kendala Perizinan Dalam Kegiatan Penanaman Modal Di Indonesia dan Upaya Perbaikan Yang Perlu di Lakukan Pemerintah”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol 26 No. 4, Tahun 2007.
Yulianto Syahyu, Pertumbuhan Investasi Asing Di Kepulauan Batam : Antara Dualisme Kepemimpinan dan Ketidakpastian Hukum, Jurnal Hukum Bisnis, Vol 22, No. 5, Tahun 2003.



PERATURAN/ UU
Indonesia, Undang-undang Nomor. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, Lembar Negara Nomor 67. Tahun 2007.
Indonesia, UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Provinsi Jambi, Perda No. 10 tahun 2012 tentang Pemberian Insentif dan Kemudahan Penanaman Modal, Lembaran Daerah Provinsi Jambi Tahun 2012.

ARTIKEL ONLINE
Argianto DA Nugroho, m.tribunnews.com/regional/2014/10/05/investasi-jambi-meningkat, diakses tanggal 30 September 2014.
Fitriani Ulinda, mediajambi.com/berita-674-pertumbuhan-ekonomi-jambi-2014-melambat--.html, diakses tanggal 30 September 2014.
http://www.metrojambi.com/v1/metro/24584-3-tahun-ekonomi-jambi-tumbuh-signifikan. html,  diakses tanggal 30 September 2014.
Tribunnews.Com. Nilai Investasi Di Jambi Capai Rp 34 Triliun, diakses tanggal 2 Oktober 2014.
www.jambiprof.go.id. Jambi Dalam Angka, diakses tanggal 12 September 2014.